Masyarakat Sampaikan Aspirasi Terkait DBH 10%, Bupati YM: Saya Minta Sekda Bentuk Tim Kerja

Ketua DPRK Teluk Bintuni, Romilus Tatuta, saat menyampaikan sambutannya. (Foto/Susi)
BINTUNI, SuaraTeluk.com – Forum Komunikasi hak-hak masyarakat Suku besar Sebyar Kabupaten Teluk Bintuni, menyampaikan aspirasi terkait dana bagi hasil (DBH) Migas 10% dan dana Insfrastruktur 70% bagi Suku Besar Sebyar kepada DPRK dan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni. Senin (6/10/2025).
Pertemuan yang berlangsung di Gedung Sasana Karya Kantor Bupati SP 3 dihadiri ratusan warga Sebyar yang dipimpin oleh Hendrikus Sorowat.

Bupati- Wakil Bupati foto bersama Ketua DPRK dan seluruh anggota DPRK serta unsur Forkopimda Teluk Bintuni dan masyarakat adat suku Sebyar.
Pertemuan ini terkait dengan hak-hak masyarakat Sebyar atas dampak eksploitasi gas LNG Tangguh,
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) masyarakat menyampaikan empat tuntutan yakni Pertama : Masyarakat meminta Dana Bagi Hasil (DBH) migas sebesar 10% serta potensi yang selama ini belum diterima sejak LNG Tangguh melakukan explorasi, exploitasi,bproduksi, dan pengembangan Sunur gas alam di wilayah adat suku Sebyar.
Kedua, masyarakat menuntut untuk memandang perlu dalam pertempuran daerah khusus Provinsi Papua Barat nomor 22 Tahun 2022 tentang pembagian, pengelolaan dan penatausahaan DBH Sumber daya alam minyak bumi dan gas alam dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua Barat “bab lll pengelolaan pasal 8, 10% untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat di Provinsi sesuai dengan kewenangannya,” dipandang perlu di dalam peraturan Gubernur Provinsi Papua Barat serta peraturan Bupati Teluk Bintuni direalisasikan kepada suku penghasi yakni suku besar Sebyar.
Ketiga, masyarakat meminta Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni merealisasikan Perda Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil Migas dengan menerbitkan Peraturan Bupati terkait bantuan langsung tunai bagi masyarakat hukum adat terdampak sebesar 10 persen kepada suku penghasil masyarakat adat suku besar Sebyar sesuai amanat UU Otonomi Khusus.
Keempat, masyarakat adat suku besar Sebyar meminta kepada Pemkab Teluk Bintuni untuk menyelesaikan pembayaran DBH migas 10% terhitung sejak tahun 2010 hingga masa berakhirnya produksi.
Diruang Aula Sasana Karya Ketua DPRK Teluk Bintuni, Romilus Tatuta, menegaskan bahwa penyelesaian persoalan hak-hak masyarakat adat Sebyar harus dilakukan bersama. Ia juga mengingatkan agar masyarakat adat tetap bersatu dalam memperjuangkan haknya.
“Saya minta tolong masyarakat adat ketika kita ke provinsi tetap satu kubu, jangan sampai ada dia kubu, jika hal itu terjadi maka mudah terpecah belah, karena kalau terpecah akan mudah dimanfaatkan oleh mereka,” tegas Romilus.
Bupati Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy, menyampaikan secara hukum, mekanisme DBH Migas di atur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan yang menjadi payung hukum bersama. Di antaranya adalah UU nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua, peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2021 tentang penerimaan dan pengelolaan DBH, serta peraturan daerah Otonomi khusus Provinsi Papua Barat nomor 22 Tahun 2022. Namun demikian, pengaturan tersebut belum rinci mengatur pembagian DBH hingga tingkat masyarakat adata yang terdampak langsung di daerah penghasilan yakni Kabupaten Teluk Bintuni. Ujar Bupati

Bupati Yohanis Manibuy, SE., MH., berikan sambutan di giat RDP bersama DPRK dan Masyarakat Adat Suku Besar Sebyar. (Foto/Susi)
“Nanti saya akan meminta Sekda untuk membentuk tim kerja, kita akan duduk bersama untuk mengkaji kewenangan kabupaten, provinsi, dan pusat,” ujar Bupati
Bupati mengatakan saat ini, alokasi dana bagi hasil migas memberikan porsi yang relatif kecil bagi kabupaten teluk bintuni sebagai daerah penghasil, yakni hanya sekitar 22%, sementara sisanya sebesar 78% dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten lain dalam wilayah provinsi penghasil, dalam hal ini provinsi papua barat.
Ia katakan kondisi ini menimbulkan ketimpangan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keberpihakan kepada daerah penghasil. Olehnya itu, Bupati mengajak semua pihak, baik DPRK teluk bintuni, pemerintah daerah, masyarakat adat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersinergi dan mengajukan revisi peraturan daerah otonomi khusus tersebut kepada pemerintah provinsi papua barat, agar pembagian DBH migas dapat lebih adil dan mengakomodasi hak masyarakat adat dan daerah penghasil. Tambahnya
Selain itu, pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat suku sebyar menjadi hal yang sangat penting. Penetapan wilayah adat masing-masing marga suku sebyar secara resmi melalui alokasi dana pemberdayaan masyarakat adat di tingkat provinsi akan memperkuat hak dan keberadaan masyarakat adat, yang menegaskan pentingnya penguatan hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan.
Sementara Plt.Sekda Teluk Bintuni, Ida Bagus Putu Suratna, memastikan dirinya segera membentuk tim kerja bersama untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat Sebyar.
“Kami masih menyusun siapa saja yang masuk dalam tim kerja, termasuk dari perwakilan masyarakat adat Sebyar. Secepatnya akan kami sampaikan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Perda Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi mengatur pembagian alokasi dana, di antaranya: 30 persen untuk pendidikan, 20 persen untuk kesehatan dan perbaikan gizi, 33 persen untuk pemberdayaan masyarakat hukum adat, 5 persen untuk beasiswa tujuh suku, 10 persen untuk bantuan langsung tunai masyarakat terdampak, serta 2 persen untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Susi)