Bupati Yohanis Manibuy; Pembagian DBH Migas Tidak Adil untuk Teluk Bintuni

Bupati Teluk Bintuni Yohanis Manibuy, SE., MH., (Foto/Susi)
BINTUNI, SuaraTeluk.com – Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy, meminta Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 22 tahun 2022 tentang Pembagian, Pengelolaan dan Penatausahaan Dana Bagi Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Alam dalam Rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat, direvisi.
Pasalnya, isi dari Perdasus tersebut dianggapnya tidak adil bagi Kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil minyak dan gas terbesar di Indonesia, yang menyumbang sekitar sepertiga dari total produksi gas nasional setelah beroperasinya Train 3 LNG Tangguh.
Dalam paparannya di depan pimpinan dan anggota Komisi XII DPR RI, Gubernur serta Kapolda Papua Barat dan juga para Bupati se-Papua Barat di Manokwari pada Senin (27/10/2025), Bupati Yohanis Manibuy menyebut, revisi Perdasus 22/2022, mendesak dilakukan khususnya pada klausul yang mengatur pembagian Tambahan DBH Migas dalam rangka Otsus.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pusat-Pemda) dan UU Otsus dan UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus, pembagian DBH Minyak Bumi ditetapkan proporsinya 30 persen untuk pemerintah pusat, dan 70 persen pemerintah daerah.
Dari 70 persen tersebut, alokasinya kemudian dibagi menjadi dua; alokasi transfer langsung ke rekening kas daerah sebesar 15,5 persen, dan alokasi tambahan DBH dalam rangka Otsus sebesar 54,5 persen. Dalam Perdasus 22/2022, dari alokasi transfer ke rekening umum kas daerah sebesar 15,5 persen, pembagiannya dirinci sebagai berikut;
Provinsi yang bersangkutan (Papua Barat) sebesar 2 persen
Kabupaten/kota penghasil (Teluk Bintuni) 6,5 persen
Kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan kabupaten penghasil 3 persen
Kabupaten/kota lain non penghasil dalam satu provinsi 3 persen
Kabupaten/kota pengolah (Teluk Bintuni) 1 persen.
Dari perincian ini, Kabupaten Teluk Bintuni terlihat mendapat dua alokasi, sebagai kabupaten penghasil dan kabupaten pengolah masing-masing 6,5 persen dan 1 persen (7,5 persen). Sedangkan Provinsi dan enam daerah lain di Papua Barat, total mendapatkan 8 persen. Jika alokasi 15,5 persen dijadikan 100 persen, maka Teluk Bintuni mendapatkan alokasi 48,39 persen, provinsi dan enam kabupaten lain di Papua Barat sebesar 51,61 persen.
Sementara untuk alokasi Tambahan DBH dalam rangka Otsus sebesar 54,5 persen, pembagiannya dirinci sebagai berikut ;
Pemerintah provinsi Papua Barat 16,5 persen
Pemerintah Kabupaten/kota terdampak (Teluk Bintuni) 12 persen
Pemerintah kabupaten dalam provinsi (enam kabupaten) 26 persen
Pembagian 26 persen untuk enam kabupaten di Papua Barat, ditetapkan melalui keputusan Gubernur Papua Barat. Namun dalam perincian alokasi ini, Kabupaten Teluk Bintuni tidak disebutkan sebagai daerah penghasil dan pengolah, tetapi sebagai daerah terdampak dengan alokasi Tambahan DBH Otsusnya 12 persen. Sedankan Provinsi Papua Barat dan enam kabupaten lain, mendapat alokasi 42,5 persen.
Jika alokasi 54,5 persen dijadikan 100 persen, maka Tambahan DBH Otsus untuk Teluk Bintuni hanya sebesar 22,02 persen, dan Provinsi Papua Barat serta enam kabupaten lain, mendapat alokasi 77,98 persen.
“Ini yang menurut kami sungguh tidak adil dan perlunya revisi Perdasus 22/2022. Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil dan pengolah, hanya disebut sebagai daerah terdampak dengan alokasi pembagian 22 persen. Teluk Bintuni ini daerah penghasil, pengolah sekaligus daerah terdampak,” ujar Yohanis Manibuy, Jumat (31/10/2025).
Alokasi DBH Gas Bumi
Untuk pembagian DBH Gas Bumi, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pusat-Pemda) dan UU Otsus dan UU Nomor 2 tahun 2021 tentang Otsus, proporsinya adalah 30 persen untuk pemerintah pusat dan 70 persen pemerintah daerah.
Dari alokasi 70 persen, sesuai UU 1/2022, bagian yang masuk ke Rekening Umum Kas Daerah (RKUD) sebesar 30,5 persen dan Tambahan DBH dalam rangka Otsus 39,5 persen. Untuk pembagian 30,5 persen, dirincikan sebagai berikut;
Provinsi yang bersangkutan (Papua Barat) 4 persen
Kabupaten/kota penghasil (Teluk Bintuni) 13,5 persen
Kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan kabupaten penghasil 6 persen
Kabupaten/kota dalam provinsi bersangkutan (enam kabupaten) 6 persen
Kabupaten/kota pengolah (Teluk Bintuni) 1 persen
Dari rincian tersebut, Kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil dan pengolah, mendapat alokasi sebesar 14,5 persen (13,5 + 1), dan provinsi serta enam kabupaten di Papua Barat mendapat 16 persen. Jika 30,5 persen dijadikan 100 persen, maka Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil dan pengolah, hanya mendapat 47,54 persen, Provinsi Papua Barat dan enam kabupaten lain mendapat 52,46 persen.
Sedangkan untuk Tambahan DBH Gas dalam rangka Otsus sebesar 39,5 persen, alokasinya dirincikan sebagai berikut ;
Pemerintah provinsi Papua Barat 12 persen
Pemerintah Kabupaten/kota terdampak (Teluk Bintuni) 10 persen
Pemerintah Kabupaten dalam provinsi (enam kabupaten) 17,5 persen
Lagi-lagi, dalam Perdasus 22/2022, Kabupaten Teluk Bintuni tidak sebut sebagai daerah penghasil dan pengolah, melainkan sebagai daerah terdampak dengan alokasi bagian hanya 10 persen, dan Provinsi Papua Barat serta enam kabupaten lain, mendapat alokasi 29,5 persen. Jika angka 39,5 persen dijadikan 100 persen, maka Teluk Bintuni dalam pembagian ini hanya mendapat 25,32 persen, jauh dari alokasi untuk provinsi dan enam kabupaten lain yang mencapai 74,68 persen.
“Sehubungan dengan fakta-fakta ini, maka kami pandang perlu meninjau kembali Perdasus 22/2022, dan kami usulkan agar Perdasus 22/2022 ini direvisi. Pembagian ini tidak adil, dan tidak memenuhi azas by origin,” ujar Bupati Yohanis Manibuy. (Susi)
